Sabtu, 05 Februari 2011

Mengamati Migrasi Raptor dari Puncak Lenganeng, Sangihe

Oleh: Denny Piara & Wesley Pangimangen

Puncak Lenganeng (443 meter dari permukaan laut) merupakan salah satu puncak tertinggi yang ada di kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara. Tempatnya yang tinggi membuat suhu di puncak terasa sejuk. Oleh pemerintah Kabupaten Sangihe, tempat ini dijadikan sebagai pusat pembangunan sarana pendukung komunikasi sekaligus menjadi tempat uji coba pembangkit listrik tenaga angin. Dari tempatnya yang tinggi, yang berjarak sekitar 9 km dari ibukota kabupaten Tahuna, kita bisa menikmati pemandangan Kota Tahuna dengan latar belakang Teluk Tahuna nan cantik. Butuh waktu sekitar 45 menit untuk bisa mencapai lokasi ini.

Kawasan Lenganeng yang sejuk, menjadikannya sebagai salah satu area favorit bagi petani setempat untuk mengembangkan usahanya, khususnya para petani sayuran. Dan dari sinilah sayur-sayuran di pasok untuk memenuhi kebutuhan sayuran untuk warga di Tahuna dan sekitarnya.


Sayangnya, demi pengembangan usaha pertanian, hutan yang ada yang menjadi rumah bagi sejumlah satwa endemic Sangihe seperti: Tarsius sangirensis, Serindit sangihe, Raja-udang pipi-ungu (sanghirensis), Burung-madu sangihe, dan Celepuk sangihe serta jenis-jenis burung lainnya terus dibabati dan hanya disisakan sebagian yang ada di lereng-lereng terjal (karena ini pun susah untuk di akses).

Pada tanggal 7 dan 9 Oktober 2010, saya bersama Wesley Pangimangen, pengamat burung local yang juga pemandu wisata burung dari Tamako, Sangihe menyambangi lokasi ini. Dengan berbekal peralatan seadanya, teropong yang sudah susah di atur fokusnya, kami berdua menuju Lenganeng untuk mengamati salah satu fenomenan alam yang hanya terjadi 2 kali dalam setahun (pada bulan Maret dan Oktober), yaitu migrasi burung pemangsa atau yang lebih dikenal dengan Raptor.

Pada salah satu titik di Lenganeng (3036’18,11” LU dan 125031’33,2” LS), sekitar pukul 08.30 WITA, kami melihat rombongan pertama raptor migran muncul di kejauhan, kemudian dikuti kelompok kelompok lainnya dalam jumlah yang besar. Dari pantauan kami, ada dua jenis raptor yang mendominasi: Elang-alap cina Accipiter soloensis dan Elang-alap nipon Accipiter gularis seakan menjadi penguasa angkasa pada saat itu. Sementara satu (atau dua) jenis lainnya sulit untuk diidentifikasi.

Secara keseluruhan, jumlah raptor yang teramati diperkirakan sebanyak 1673 ekor.

Minimnya peralatan yang kami miliki menjadi kendala saat pengamatan, meskipun hal ini tidaklah menyurutkan semangat kami untuk mengamati migrasi raptor di Pulau Sangihe. Kepuasan saat mengamati raptor telah melenakan kami sehingga lupa akan waktu. Kami pun menyudahi kegiatan pengamatan kali ini pada pukul 13:10. Pengamatan di Puncak Lenganeng masih terus dilanjutkan oleh kawan saya Wesley.

Peristiwa migrasi raptor sebenarnya bukanlah hal yang pertama terjadi di Sangihe. Sejak dahulu, masyarakat Sangihe telah mengenal fenomena ini dan menjadikannya sebagai penanda akan banyaknya ikan di laut. Kehadiran Tegi , begitu masyarakat sangihe menyebut jenis-jenis raptor yang bermigrasi, menjadi tanda bagi para nelayan bahwa sudah saatnya untuk turun melaut.

Hingga saat ini, masyarakat sangihe, terutama yang sudah lanjut usia, masih terus meyakini akan hal ini. Sayangnya ini tidak ditularkan kepada generasi muda saat ini, sehingga banyak dari mereka yang tidak memperdulikannya lagi.

Semoga tulisan ini bisa memotivasi teman-teman di Sangihe dan tempat-tempat lainnya di Indonesia untuk turut berpatisipasi memantau migrasi raptor didaerahnya masing-masing. Sehingga dengan demikian akan semakin menambah kecintaan terhadap burung.

Sumber :
http://raptorindonesia.org/mengamati-migrasi-raptor-dari-puncak-lenganeng-sangihe/ 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar